Laman

Powered By Blogger

Minggu, 06 Juni 2010

Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Implikasinya
Terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia*)

Oleh: Hernadi Affandi, S.H., LL.M.**)

A.    Pendahuluan
Sungguh menggembirakan bahwa saat ini bangsa Indonesia sudah memiliki satu undang-undang yang relatif lengkap mengatur masalah hak asasi manusia (HAM), yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Keluarnya undang-undang tersebut memerlukan waktu yang relatif lama, karena adanya berbagai persoalan yang mengiringinya, baik persoalan politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Namun demikian, semua hambatan tersebut pada akhirnya dapat diatasi, sehingga undang-undang tersebut dapat disahkan pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden B.J. Habibie dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara Muladi.
Kehadiran undang-undang tersebut tentunya menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah bangsa terutama dalam konteks perlindungan HAM. Terlebih lagi undang-undang tersebut merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang HAM. Hal ini sangat beralasan karena keberadaan peraturan perundang-undangan sangat mutlak diperlukan sebagai upaya perlindungan dan penegakan HAM, khususnya peraturan perundang-undangan yang bernuansa nilai-nilai kemanusiaan.[1] Diharapkan dengan kehadiran undang-undang tersebut perlindungan HAM semakin baik.

B.     Materi Muatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Materi muatan adalah materi yang dimuat atau diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, materi muatan adalah isi dari suatu peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam kaitan ini, materi muatan yang dimaksud adalah materi yang dimuat atau diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Adapun materi muatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut terdiri dari 11 bab dan 106 pasal. Di dalamnya tidak hany mengatur tentang hak asasi manusia, tetapi juga kewajiban asasi, tugas dan tanggung jawab negara dan pemerintah, serta komisi nasional HAM. Untuk lebih jelasnya, pasal-pasal yang berkaitan dengan HAM dikutip di bawah ini dan disertai dengan penjelasan atau komentar seperlunya.
Bab I berisi satu pasal, yaitu Pasal 1 yang mencantumkan istilah, definisi, dan pengertian yang digunakan dalam pasal-pasal selanjutnya, seperti hak asasi manusia, kewajiban dasar manusia, diskriminasi, penyiksaan, anak, pelanggaran, dan komisi nasional hak asasi manusia. Adapun pengertian-pengertian tersebut berbunyi sebagai berikut:
  1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
  2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
  3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
  4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.
  5. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
  6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
  7. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

BAB II berisi tentang Asas-asas Dasar yang terdiri dari Pasal 2 sampai dengan Pasal 8. Selengkapnya pasal-pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.

Menurut penjelasan Pasal 2 dijelaskan bahwa “Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia pribadi karena tanpa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia yang bersangkutan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu, negara Republik Indonesia termasuk Pemerintah berkewajiban, baik secara hukum maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.”

Pasal 3
(1)   Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
(2)   Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
(3)   Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi.

Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Menurut penjelasan Pasal 4 dijelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan "dalam keadaan apapun" termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Yang dimaksud dengan "siapapun" adalah Negara, Pemerintah dan atau anggota masyarakat. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Pasal 5
(1)   Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.
(2)   Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.
(3)   Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

Penjelasan Pasal 5 ayat (3) menjelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan "kelompok masyarakat yang rentan" antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.”
Pasal 6
(1)   Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan Pemerintah.
(2)   Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

Pasal 7
(1)   Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.
(2)   Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.

Pasal 8
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Dalam BAB III diatur tentang HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA yang terdiri dari 10 bagian. Adapun kesepuluh bagian tersebut, adalah:
1.      Bagian Kesatu Hak untuk hidup.
2.      Bagian Kedua Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan.
3.      Bagian Ketiga Hak Mengembangkan Diri.
4.      Bagian Keempat Hak Memperoleh Keadilan.
5.      Bagian Kelima Hak Atas Kebebasan Pribadi.
6.      Bagian Keenam Hak atas Rasa Aman.
7.      Bagian Ketujuh Hak atas Kesejahteraan.
8.      Bagian Kedelapan Hak Turut Serta dalam Pemerintahan.
9.      Bagian Kesembilan Hak Wanita.
10.  Bagian Kesepuluh Hak Anak.
Selengkapnya Bab III Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dikutip di bawah ini:
Bagian Kesatu Hak untuk Hidup
Pasal 9
(1)   Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
(2)   Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3)   Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.


Bagian Kedua Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
Pasal 10
(1)   Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2)   Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga Hak Mengembangkan Diri
Pasal 11
Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.

Pasal 12
Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.

Pasal 13
Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 14
(1)   Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2)   Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.

Pasal 15
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 16
Setiap orang berhak untuk melakukan pekerjaan sosial dan kebajikan, mendirikan organisasi untuk itu, termasuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, serta menghimpun dana untuk maksud tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Hak Memperoleh Keadilan
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Pasal 18
(1)   Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu dilakukannya.
(3)   Setiap ada perubahan dalam peraturan perundang-undangan, maka berlaku ketentuan yang paling menguntungkan bagi tersangka.
(4)   Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5)   Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 19
(1)   Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah.
(2)   Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.

Bagian Kelima Hak Atas Kebebasan Pribadi
Pasal 20
(1)   Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
(2)   Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.

Pasal 21
Setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, dan karena itu tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persetujuan darinya.

Pasal 22
(1)   Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)   Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 23
(1)   Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
(2)   Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 24
(1)   Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.
(2)   Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 26
(1)   Setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti, atau mempertahankan status kewarganegaraannya.
(2)   Setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
(1)   Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2)   Setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam Hak atas Rasa Aman
Pasal 28
(1)   Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.
(2)   Hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi mereka yang melakukan kejahatan nonpolitik atau perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 29
(1)   Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
(2)   Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 30
Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Pasal 31
(1)   Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu.
(2)   Menginjak atau memasuki suatu pekarangan tempat kediaman atau memasuki suatu rumah bertentangan dengan kehendak orang yang mendiaminya, hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Pasal 32
Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33
(1)   Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
(2)   Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.

Pasal 35
Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Bagian Ketujuh Hak atas Kesejahteraan
Pasal 36
(1)   Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
(2)   Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
(3)   Hak milik mempunyai fungsi sosial.

Pasal 37
(1)   Pencabutan hak milik atas suatu benda demi kepentingan umum, hanya diperbolehkan dengan mengganti kerugian yang wajar dan segera serta pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Apabila sesuatu benda berdasarkan ketentuan hukum demi kepentingan umum harus dimusnahkan atau tidak diberdayakan baik untuk selamanya maupun untuk sementara waktu maka hal itu dilakukan dengan mengganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain.

Pasal 38
(1)   Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
(2)   Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
(3)   Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
(4)   Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.

Pasal 39
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Pasal 41
(1)   Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.
(2)   Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bagian Kedelapan Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
Pasal 43
(1)   Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
(3)   Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesembilan Hak Wanita
Pasal 45
Hak wanita dalam Undang-undang ini adalah hak asasi manusia.

Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.

Pasal 47
Seorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.

Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.

Pasal 49
(1)   Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2)   Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3)   Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.

Pasal 50
Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.

Pasal 51
(1)   Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama.
(2)   Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3)   Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kesepuluh Hak Anak
Pasal 52
(1)   Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
(2)   Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

Pasal 53
(1)   Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
(2)   Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.

Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

Pasal 56
(1)   Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2)   Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai dengan Undang-undang ini, maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57
(1)   Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.
(3)   Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.

Pasal 58
(1)   Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
(2)   Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan pemberatan hukuman.

Pasal 59
(1)   Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
(2)   Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hak anak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang tuanya tetap dijamin oleh Undang-undang.

Pasal 60
(1)   Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
(2)   Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Pasal 61
Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.

Pasal 62
Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.

Pasal 63
Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

Pasal 64
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

Pasal 65
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Pasal 66
(1)   Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2)   Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak.
(3)   Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
(4)   Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
(5)   Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
(6)   Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
(7)   Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

BAB IV berisi tentang KEWAJIBAN DASAR MANUSIA yang terdiri dari dua pasal, yaitu Pasal 67 sampai dengan Pasal 70. Selengkapnya pasal-pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 67
Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 68
Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69
(1)   Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2)   Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.

Pasal 70
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Selain berisi tentang hak-hak dan kewajiban dasar manusia, undang-undang ini juga mengatur tentang KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH yang dimuat dalam BAB V. Selengkapnya bab tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.

Untuk menghindari terjadinya pembatasan terhadap keberadaan HAM tanpa dasar yang sah, undang-undang tersebut melarang pihak-pihak tertentu untuk melakukan pembatasan. Hal itu diatur dalam BAB VI PEMBATASAN DAN LARANGAN yang terdiri dari Pasal 73 dan Pasal 74. selengkapnya pasal-pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 73
Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

Pasal 74
Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini.
Demikian materi muatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang secara khusus mengatur hak-hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Sementara itu, pasal-pasal mengenai komnas HAM tidak dikutip di sini, karena penekanan pembahasannya hanya terhadap materi muatan tentang HAM. Tentu saja komnas HAM sangat berperan dalam penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia, terutama melalui pendidikan dan penyebarluasan pemahaman HAM itu sendiri.

C.    Implikasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Terhadap Perlindungan HAM di Indonesia
Menurut Muladi, antara HAM dengan hukum memiliki kaitan yang sangat erat, karena sekalipun HAM merupakan hak negatif (negative rights) karena sifatnya yang kodrati dan universal sehingga tidak memerlukan pengesahan, namun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang semakin kompleks, pengaturan hukum terhadap HAM (positivization of rights) akan memperkuat posisi Indonesi sebagai negara hukum.[2] Oleh karena itu, pengaturan masalah HAM dalam suatu peraturan perundang-undangan akan semakin memperkuat kedudukan HAM itu sendiri, karena selain mendapatkan jaminan dalam pelaksanaannya juga menunjukkan arti pentingnya suatu peraturan perundang-undangan dalam penegakan HAM.
Berkaitan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, tentu diharapkan akan membawa akibat positif terhadap perlindungan maupun penegakan HAM dalam arti seluas-luasnya. Dengan kata lain, kelahiran undang-undang tersebut akan membawa implikasi positif terhadap perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Hal ini sangat sesuai dengan hakikat keberadaan suatu undang-undang yaitu untuk memberikan pengaturan dan perlindungan warga negara dari tindakan sewenang-wenang para penguasa atau penyelenggara negara. Tentu dalam hal ini, kehadiran undang-undang tersebut bukan hanya untuk memberikan perlindungan dari tindakan penguasa semata-mata, tetapi juga dari tindakan sewenang-wenang tindakan pihak lainnya.
HAM di Indonesia tentunya harus mendapat jaminan perlindungan dan penegakannya dari semua pihak yang mungkin akan melakukan pelanggaran. Pelanggaran HAM sangat mungkin dilakukan oleh berbagai pihak baik secara kelompok maupun perseorangan. Menurut Candra Gautama dan B.N. Marbun, pelanggaran HAM sangat mungkin dilakukan oleh militer, pemerintah, pengusaha, majikan, dan masyarakat umum.[3] Dengan demikian, pihak-pihak tersebut akan memiliki kecenderungan untuk melakukan pelanggaran HAM. Dengan kata lain, pelanggaran HAM bukan hanya monopoli negara melalui alat-alatnya, seperti tentara atau polisi. Tetapi, masyarakat luas pun dapat saja melakukan pelanggaran HAM sesuai dengan kesempatan yang dimilikinya.
Adapun penyebab utama terjadinya pelanggaran HAM itu paling tidak ada tiga faktor, yaitu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, masyarakat warga yang belum berdaya, serta masih kuatnya budaya feodal dan paternalistik dalam masyarakat.[4] Sebagai akibat dari adanya tiga faktor penyebab tersebut kemudian memunculkan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan.[5] Atas dasar itu, setiap kekuasaan memang cenderung disalahgunakan atau bersalahguna terlepas dari siapa pun pemilik kekuasaan tersebut. Dengan demikian, tidak ada jaminan bahwa setiap orang atau kelompok tidak akan melakukan pelanggaran HAM apabila memiliki kesempatan untuk itu. Hal ini sudah menjadi hukum alam dalam hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, terlebih dalam status yang berbeda.
Sebagai upaya untuk mengurangi adanya kemungkinan pelanggaran HAM tersebut, pihak-pihak tersebut perlu diberi pemahaman tentang arti perlindungan HAM itu sendiri. Pemahaman tersebut akan sangat membantu untuk menimbulkan kesadaran akan arti HAM bagi kehidupan manusia dan kedamaian kehidupan pada umumnya. Oleh karena itu, pemerintah sebagai personifikasi negara harus melakukan sosialisasi tentang arti penting HAM kepada para aparatnya maupun kepada masyarakat luas. Dari kegiatan tersebut diharapkan munculnya kesadaran seluruh komponen bangsa terhadap arti penting perlindungan, pemajuan, pemenuhan, maupun penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia.
Menurut Saafroedin Bahar, perlindungan, pemajuan, pemenuhan serta penghormatan terhadap HAM, yang menjadi concern seluruh dunia dewasa ini, merupakan konsep dunia modern setelah Perang Dunia Kedua.[6] Lebih lanjut, menurutnya dengan mengutip pendapat James W. Nickel, secara historis konsep HAM pada awalnya tumbuh sebagai koreksi mendasar terhadap konsep negara nasional yang mengalami pemerosotan, seperti terjadi pada negara fasis, nazi, dan militeristik sebelum dan selama Perang Dunia Kedua.[7] Keadaan tersebut kemudian mendorong negara-negara untuk melakukan perlindungan dan sekaligus penegakan HAM.
Secara konstitusional, tanggung jawab untuk melakukan perlindungan dan penegakan HAM berada pada negara, terutama pemerintah. Hal itu diatur dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945[8] menyebutkan bahwa “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama pemerintah.**)”. Selanjutnya, Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**)”.
Selain itu, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah". Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa "Yang dimaksud dengan "perlindungan" adalah termasuk pembelaan HAM". Dengan demikian, maka tugas utama perlindungan dan penegakan HAM sebenarnya ada pada Pemerintah termasuk tugas pemajuan dan pemenuhan HAM. Dalam hal ini, pengertian pemerintah perlu diperluas bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
Selain Pasal 8 tersebut, Pasal 71 menegaskan bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Selanjutnya, Pasal 72 menegaskan bahwa “Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, budaya, pertahanan keamanan Negara, dan bidang lain.”
Berdasarkan bunyi Pasal 8, Pasal 71, dan Pasal 72, Pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan dan penegakan HAM. Namun demikian, hal itu tidak berarti bahwa seluruh perlindungan dan penegakan HAM menjadi tanggung jawab pihak pemerintah semata-mata. Dalam hal ini pihak lain pun, seperti legislatif dan yudikatif, serta masyarakat juga memiliki kewajiban untuk melakukan perlindungan dan penegakan HAM sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawabnya masing-masing.

D.    Tanggung Jawab Negara Dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia
Perlindungan HAM adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam upaya menjaga dan mencegah agar tidak terjadi pelanggaran HAM. Bentuknya dapat berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah HAM, membatasi keleluasan pihak-pihak tertentu maupun lembaga negara. Di lain pihak, penegakan HAM adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam upaya mempertahankan HAM dari pelanggaran dan mengembalikan ke keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran HAM jika terjadi pelanggaran. Dengan kata lain, perlindungan HAM lebih berkaitan dengan upaya pencegahan, sedangkan penegakan berkaitan dengan tindakan pemulihan. Hubungan antara perlindungan HAM di satu pihak dengan penegakan HAM di lain pihak adalah penegakan HAM merupakan implementasi dari perlindungan HAM.
Adapun yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah "setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku".[9] Dikarenakan adanya kekhawatiran terjadinya pelanggaran terhadap HAM, maka harus diupayakan agar hal itu tidak terjadi. Atau, seandainya terlanjur terjadi pelanggaran HAM maka harus dihentikan agar tidak berlangsung lama atau tidak terulang lagi. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan perlindungan dan penegakan HAM tadi. Di sinilah arti penting dari perlindungan dan penegakan HAM tersebut.
Dengan demikian tidaklah benar seluruhnya jika hanya pemerintah atau penguasa saja yang dapat melakukan pelanggaran HAM. Pada dasarnya setiap orang, pihak atau kelompok dapat saja melakukan pelanggaran HAM sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan sesuai dengan kesempatan yang dimilikinya. Untuk itulah perlu adanya upaya perlindungan dan penegakan HAM agar pelanggaran HAM dapat ditekan seminimal mungkin bahkan kalau mungkin dihilangkan sama sekali. Upaya untuk meminimalisasi adanya pelanggaran HAM merupakan tugas dan tanggung jawab semua pihak, sekalipun peraturan perundang-undangan sudah menugaskan hal tersebut kepada Pemerintah. Keterlibatan semua pihak dalam masalah ini akan memberikan sumbangan dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM yang dilakukan oleh Pemerintah.
Perlindungan dan penegakan hak sipil dan politik sudah dianggap lebih baik daripada perlindungan dan penegakan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, penekanan perlindungan dan penegakan HAM lebih dititikberatkan kepada hak ekonomi, sosial, dan budaya. Namun demikian, bukan berarti bahwa hak sipil dan politik sudah tidak mendapatkan perhatian lagi. Prioritas tersebut tampaknya lebih disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa hak sipil dan politik dianggap sudah lama menjadi fokus perhatian negara untuk melaksanakannya.
Berkaitan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya, UNDP telah merinci 12 hak yang merupakan bagian dari the human rights approach to sustainable development, dan tanggung jawab negara dalam perlindungan dan penegakan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun kedua belas hak tersebut adalah:[10]
a)      Rights of participation, yaitu hak setiap orang untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya.
b)      Rights to food, health, habitat, and economic security, yaitu hak untuk memperoleh makanan, kesehatan, perumahan, serta jaminan ekonomi.
c)      Rights to education, yaitu hak untuk memperoleh pendidikan yang memadai untuk hidup.
d)     Rights to work, yaitu hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
e)      Rights of children, yaitu hak yang dimiliki oleh anak-anak.
f)       Rights of workers, yaitu hak-hak yang dimiliki oleh para pekerja, serta jaminan hukum yang terkait dengan hak itu, seperti mengenai perjanjian kerja, jam kerja, jaminan keselamatan kerja, atau ketentuan mengenai pengakhiran hubungan kerja.
g)      Rights of minorities and indigenous people, yaitu hak dan jaminan yang diberikan kepada kelompok minoritas dan masyarakat adat.
h)      Rights to land, yaitu hak untuk memiliki tanah, terutama di kalangan para petani.
i)        Rights to equality, yaitu hak atas persamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan.
j)        Rights to environmental protection, yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan lingkungan hidup yang memadai.
k)      Rights to administrative due process, yaitu hak untuk diperlakukan sama oleh dinas-dinas pelayanan publik negara.
l)        Rights to the rule of law, yaitu hak atas perlakuan hukum yang adil.
Ada pun enam tanggung jawab negara dalam melindungi, memajukan, memenuhi dan menghormati hak ekonomi, sosial, dan budaya ini adalah:[11]
a)      Respect-bound obligation, yaitu larangan bagi negara agar tidak mencampuri hak dan kebebasan warganegara yang telah diakui.
b)      Protection-bound obligation, yaitu kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak dan kebebasan yang telah diakui.
c)      Fulfillment-bound obligation, yaitu kewajiban negara untuk secara aktif menciptakan kondisi yang bertujuan untuk terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya.
d)     Obligation to take steps, yaitu kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah konkrit kearah terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya melalui proses legislasi, yurisprudensi, atau aksi.
e)      Obligation towards progressive realization, yaitu kewajiban negara untuk bertindak sedemikian rupa ke arah terwujudnya hak ekonomi, sosial, dan budaya.
f)       Obligation to establish benchmark, yaitu kewajiban untuk meletakkan tolok ukur dan sasaran untuk menilai langkah yang telah diambilnya.
Berkaitan dengan kehadiran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 diharapkan kewajiban negara dalam perlindungan dan penegakan HAM akan semakin baik dan sesuai dengan standar internasional. Persoalannya adalah sejauhmana keseriusan semua pihak, terutama pemerintah, untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tersebut agar HAM benar-benar dapat tumbuh subur dan terlindungi secara kondusif di tanah air. Ketentuan undang-undang bersifat mati apabila tidak diimplementasikan dengan baik oleh para pemegang kebijakan dalam tataran pelaksanaannya. Untuk itu sangat penting mereka memiliki kesadaran untuk mengimplementasikan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut demi tegaknya dan kokohnya HAM di tanah air.

E.     Penutup
Sebagai bangsa tentu kita patut bersyukur karena bangsa Indonesia sudah memiliki satu undang-undang di bidang HAM, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Namun demikian, kebanggaan itu bukan disebabkan karena kita sudah memiliki aturan tertulis di bidang HAM semata-mata. Justru kebanggaan itu harus diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan undang-undang tersebut dalam praktiknya di kalangan masyarakat. Sejauhmana undang-undang tersebut dilaksanakan adalah faktor penting berkaitan dengan pengaturan HAM dalam bentuk undang-undang tersebut. Pengaturan semata-mata HAM dalam peraturan perundang-undangan tidak serta-merta akan mengakibatkan perlindungan dan penegakan HAM tanpa adanya upaya pelaksanaan undang-undang-undang tersebut. Dengan demikain, para pelaksana harus mengimplementasikan peraturan perundang-undangan itu dalam kenyataan di masyarakat.
Tentu kelahiran undang-undang tersebut tidak akan membawa akibat positif dan berarti bagi HAM masyarakat tanpa adanya upaya untuk mengimplementasikan materi muatan yang terkandung dalam undang-undang tersebut. Sekalipun undang-undang tersebut masih memiliki beberapa kelemahan tidak berarti bahwa kelemahan tersebut akan mengganggu pelaksanaannya di masyarakat. Kelemahan suatu undang-undang tidak harus membuat kita tidak melaksanakan undang-undang tersebut, tetapi justru kekurangan itu harus diperbaiki dalam tataran praktiknya. Baru kemudian apabila kekurangan tersebut dirasakan mengganggu dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut diperbaiki sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, kita lebih baik memiliki hukum yang jelek tetapi dilaksanakan dengan baik daripada memiliki hukum yang baik tetapi tidak dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA


Bagir Manan, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, PT Alumni, BandunG
--------., 1996, Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Gaya Media Pratama, Jakarta.
Candra Gautama dan B.N. Marbun, ed.,  2000, Hak Asasi Manusia Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Masyarakat Warga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta.
Saafroedin Bahar, 2002, Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.


Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia




*) Paper disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi “Penerapan Etika Kehidupan Berbangsa Bagi Ormas dan LSM Se-Jawa Barat Angkatan I“, diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Barat, Cianjur, 24 April 2007.
**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.
[1] Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2001, hlm. 152.

[2] Muladi,  “Hukum dan Hak Asasi Manusia“, dalam Bagir Manan, ed., Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996, hlm. 117.
[3] Candra Gautama dan B.N. Marbun, ed.,  Hak Asasi Manusia Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Masyarakat Warga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2000, hlm. 91.
[4] ibid, hlm. 91.
[5] ibid, hlm. 91.
[6] Saafroedin Bahar, Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hlm. 4.
[7] ibid, hlm. 4
[8] Pasal ini dimasukkan pada Amandemen Kedua Tahun 2000, setelah substansi tersebut diatur terlebih dahulu dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hal Asasi Manusia
[9] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM
[10] Saafroedin Bahar, op.cit, hlm. 364-365
[11] ibid, hlm. 365-366

Tidak ada komentar:

Posting Komentar